PENDIDIKAN bertujuan memajukan dan mencerdaskan bangsa. Melalui pendidikan manusia bisa membedakan yang baik dan buruk. Pendidikan juga merupakan suatu proses yang meliputi aspek material dan non material. Aspek material berupa sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan keduniaan dan aspek non material berupa segala sesuatu yang berhubungan dengan aspek moral dan agama.
Pendidikan diharapkan menjadi tumpuan harapan bangsa. Karena melalui pendidikan diharapkan dapat menciptakan manusia yang berilmu pengetahuan dan berakhlak mulia serta dapat mengejar ketertinggalan dalam berbagai bidang di era yang serba modern ini.
Dalam kerangka pembangunan pendidikan setidaknya ada dua isu pokok. Pertama, rendahnya pencapaian angka indeks pendidikan yang merupakan komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kedua, belum tuntasnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
Kedua isu tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep Education for All. Seperti kita ketahui salah satu penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah.
Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain hal di atas, batasan usia pendidikan dan biaya pendidikan terlalu tinggi yang diterapkan pada sekolah formal (SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA) juga salah satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan masyarakat usia sekolah.
Oleh karena itulah, mengacu Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, maka sejak 1998 Direktorat Pendidikan Masyarakat merintis pembentukan wadah pendidikan nonformal yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan di atas. Lembaga pendidikan non formal tersebut diberi nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program pendidikan non formal lebih diorientasikan pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Program pendidikan nonformal diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas dan pemberdayaan PKBM di era otonomi daerah yang berlangsung sejak tahun 2001, maka dirasa perlu adanya antisipasi terhadap kebutuhan belajar yang semakin kompleks. Untuk itu mendesak untuk melakukan pengembangan program yang beraneka ragam.
Eksistensi PKBM
Berbicara masalah PKBM tentunya ada sebagian orang yang belum mengerti apa itu PKBM, namun bagi penyelenggara pendidikan non formal tentunya kata itu sudah tidak asing lagi. Sebagian besar masyarakat lebih mengenal kata-kata paket A, paket B atau paket C saja, itupun karena kebetulan ada anak-anak mereka yang tidak lulus pada waktu ujian nasional (UN) kemudian diharuskan mengikuti ujian kesetaraan paket A untuk SD/MI, paket B untuk SMP/MTs atau paket C untuk SMA/SMK/MA.
PKBM merupakan lembaga non formal yang menyediakan layanan pendidikan secara gratis bagi warga masyarakat kurang mampu dan tanpa batasan usia, menyelenggarakan berbagai program pendidikan non formal dan informal, mulai dari pendidikan yang terendah sampai ke jenjang pendidikan menengah, selain itu PKBM juga melaksanakan program kecakapan hidup (life skill) berupa kursus-kursus atau keahlian lainnya yang bertujuan memberikan keterampilan kepada masyarakat. Sebagai salah satu institusi pendidikan nonformal/pendidikan masyarakat maka PKBM bersifat fleksibel dan netral.
PKBM disebut fleksibel karena ada peluang bagi masyarakat untuk belajar apa saja sesuai dengan yang mereka butuhkan. Di PKBM masyarakat dapat secara demokratis mendesain kebutuhan belajar yang mereka inginkan. PKBM merupakan ujung tombak pelaksanaan pembangunan pendidikan non formal (PNF). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa PKBM merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan berbagai jenis program PNF seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Kesetaraan (Program Paket A, B dan C) Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF), Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), Lembaga Pendidikan Kursus (LPK ) dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
Oleh karena itu diharapkan peran PKBM ini bisa dimanfaatkan oleh warga masyarakat di sekitar PKBM itu berada. Pemerintah, dalam hal ini Ditjen PNFI juga mengharapkan sekurang-kurangnya setiap desa dan kelurahan memiliki sebuah PKBM. Salah satu strategi untuk pendirian PKBM di desa/kelurahan adalah menjalin kerjasama dengan masyarakat.
Pemikiran ini sangat logis, karena sebagian besar PKBM yang ada didirikan dan dikelola oleh masyarakat. Dan ini sesuai dengan konsep PKBM itu sendiri, yaitu dari, oleh dan untuk masyarakat.
Di samping itu, pendirian PKBM harus diartikan sebagai pembentukan kelompok belajar dan bukan sebagai pembangunan ruang belajar (kelas) seperti yang dikenal dalam pendidikan formal. Kenyataan ini sesuai dengan prinsip fleksibelitas PNF yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Artinya kegiatan belajar mengajar di PKBM boleh di mana saja, selama tempat tersebut layak pakai dan memungkinkan, seperti meminjam gedung SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, balai desa, rumah, tempat ibadah atau tempat-tempat lainnya. Terlepas dari ide dan gagasan pemerintah di atas, tentunya ada persolan yang paling mendesak yaitu bagaimana cara mempertahankan PKBM yang sudah ada itu tetap eksis karena banyaknya persoalan yang dihadapi oleh PKBM, apalagi yang ada di daerah terpencil. Oleh karena itulah perlu dicarikan solusi yang bisa menjawab persolan ini, agar PKBM yang sudah berdiri sekarang jangan sampai ‘gulung tikar’.
Setidaknya ada dua pertanyaan yang akan mengemuka dari persoalan di atas, pertama, bagaimana cara mempertahankan lembaga PKBM yang sudah ada bisa tetap berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah. Kedua, bagaimana menjadikan warga belajar tidak hanya mempunyai ilmu pengetahuan, tetapi juga mempunyai life skill.
Solusinya adalah dengan cara membuat manajemen yang bagus, manajemen yang bisa membawa suatu kemajuan bagi PKBM yang sudah ada, agar bisa diimplementasikan dengan program yang bisa memberikan life skill terhadap warga belajar. Namun, dalam menciptakan manajemen yang bagus dan bisa membuat kemajuan itu tentunya bukan pekerjaan mudah, tapi bukan berarti kita pesimistis karena itu bukan suatu yang mustahil.
Suwito Eko Pramono dalam tulisannya Manajemen Puskesmas sebagai Model Pengelolaan PKBM, memberikan formulasi yang bisa diterapkan, menurut beliau pengelolaan PKBM dapat dilakukan dengan mengadopsi model manajemen Puskesmas. Hal ini sangat dimungkinkan karena PKBM dan Puskesmas memiliki tugas dan fungsi yang sama, yaitu memberikan layanan kepada masyarakat yang memerlukan. Perbedaannya, Puskesmas memberikan layanan di bidang kesehatan, sedangkan PKBM memberikan layanan di bidang pendidikan non formal.
Namun menurut Suwito, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh PKBM. Pertama, PKBM harus menyelenggarakan berbagai program pendidikan agar mampu memberikan layanan pendidikan secara optimal kepada setiap warga masyarakat yang memerlukan Pendidikan. Kedua, apabila PKBM belum mampu memberikan layanan PKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka PKBM harus dapat memberikan rujukan tempat belajar di PKBM lain, sehingga peserta didik dapat mengakses layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Ketiga, antara PKBM satu dengan lainnya harus melaksanakan koordinasi agar pengembangan dan pelaksanaan program PNF tidak tumpang tindih. Akhirnya, hanya dengan adanya keseriusan dalam mengelola lembaga PKBM dan mampu mengaplikasikan manajemen yang baik, niscaya lembaga pendidikan non formal yang merupakan lembaga pendidikan alternatif ini bisa tetap eksis dan bisa terus memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pendidikan yang benar-benar gratis. (*)
- Editor : dedypurwadi
- Sumber : bangkapos.com